20 September 2017 | 18.17 WIB
OneEast.co.id – Mulai sekarang sebaiknya para orang tua harus lebih hati-hati jika bertindak dan bersikap. Mengapa? Sebab, setiap tindakan kecil yang dilakukan oleh orang tua tanpa disadari akan diadopsi oleh anaknya. Cepat atau lambat perilaku tersebut akan diulang oleh anak ketika mereka beranjak semakin besar.
Perilaku tersebut termasuk dalam menyikapi masalah keuangan. Tahukah Anda, berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 2016, hanya ada satu dari tiga masyarakat Indonesia yang telah well literate alias memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang produk atau jasa keuangan.
Padahal, sejak 2009 hingga 2014 angka perceraian meningkat karena masalah finansial. Hal ini tentu tidak dapat dianggap remeh, karena bagaimanapun kita semua tidak dapat menyingkirkan uang dari setiap sisi kehidupan. Untuk itu, perlu juga membicarakan uang pada anak sedari dini, mulai mereka berumur kurang dari 5 tahun.
Jika Anda termasuk orang tua yang memiliki prinsip tugas seorang anak hanya sekolah, maka Anda telah salah. Sebab, sebaiknya anak harus dikenalkan, diajarkan dan diajak bicara perihal uang bahkan ketika mereka masih di bawah usia lima tahun. Begitu pentingnya, karena pembicaraan soal uang ini nantinya akan sangat bermanfaat bagi kehidupan keuangan mereka kelak.
Fakta lainnya yang diungkap oleh Teens and Money Survey Findings: Insights Into Money Attitudes, Behaviours and Expectations of 16-18 years old 2011, mengungkap sebanyak 82% remaja mengakui pendidikan literasi keuangan dan pengelolaan keuangan diperoleh melalui orang tua mereka.
"Tanpa sadar orangtua telah mengajarkan bagaimana mengelola keuangan pada anaknya dengan cara yang salah karena biasanya hanya dilakukan satu arah. Anak belajar uang dari sikap orang tua, " ucap Ivy Widjaja, Head of Costumer Segmentation and Marketing Permata Bank, saat kesempatan diskusi bersama #Bicarauang, Rabu (20/9/2017) di kawasan Sudirman, Jakarta Selatan.
Lebih lanjut, Ivy katakan kebiasaan orang tua yang selalu memetakan tugas anak hanya sekolah, belajar dan bermain, sementara urusan uang biar jadi urusan orangtua itulah yang membuat bicara soal uang diantara anak dan orangtua jadi tidak dapat dibicarakan dan seakan tabu. Padahal, keluarga merupakan komunitas pertama dan terdekat dalam hidup anak.
Kemudian, bagaimana mengajarkan anak literasi keuangan? Dalam presentasi yang dilakukan Ivy, ada tiga cara anak bicara uang, antara lain:
Dalam tahap pertama ini, anak akan mengamati apa yang dilakukan orang tuanya dan orang dewasa lainnya dalam menggunakan uang. Secara perlahan ia dapat memahami bagaimana pola penggunaan uang, hal tersebut yang nantinya akan berdampak pada perilaku keuangan anak kelak. Untuk itu, orang tua sebaiknya mulai memperbaiki kebiasaan perilaku keuangannya, agar anak dapat hidup lebih baik dan dapat lebih bijak menggunakan uangnya.
Membicarakan isu finansial dengan anak sesuai dengan usianya adalah hal yang penting untuk dilakukan orang tua. Berikanlah dukungan pada anak saat melakukan aktifitas finansial misalnya menabung.
"Biasanya para ibu nih bawaannya kalau sudah bicara soal uang dengan anaknya pasti sambil marah-marah, untuk itu bicara uang jadi tabu. Maka, cobalah untuk memilih cara yang lebih menyenangkan ketika berbicara soal uang dengan anak yang sama menyenangkan bila berbicara soal hobi," unjar Mona Ratuliu, penggiat parenting dan penulis buku Parenthink.
Orang tua dapat melibatkan anak dalam kegiatan sehari-hari untuk mengajarkan langsung mengenai perilaku finansial. Misalnya, mengajak anak berbelanja ke pasar swalayan, memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan transaksi sederhana. Dalam kesempatan berbelanja ini juga, orang tua dapat mengenalkan pada anak mana angka dengan harga yang mahal dan yang murah, sehingga ketika mereka menginginkan sesuatu akan berpikir ulang karena harganya. Dan, anak jadi tidak asal meminta atau merengek membeli mainan.