06 September 2016 | 12.25 WIB
OneEast.co.id - Kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty yang kini sedang diterapkan oleh pemerintah Indonesia hingga sembilan bulan ke depan, nyatanya sebelum telah dua kali dijalankan, yaitu pada tahun 1964 dan 1984.
Program tax amnesty yang kini banyak menimbulkan pro-kontra nyatanya pemerintah Indonesia sudah sempat menerapkannya. Meski begitu, pada penerapan tahun ini mengalami perbedaan mendasar dalam penyelenggaraan tax amnesty, di antaranya mengenai kepastian hukum melalui Undang-Undang.
"Jika dilihat kebijakan amnesty pajak tahun ini ada sedikit perbedaan mendasar. Perbedaannya terdapat pada kepastian hukum, karena tahun ini ada UU dan yang sebelumnya hanya berupa Peraturan Pemerintah," ucap Direktur Pengawasan Transaksi dan Kepatuhan Bursa Efek Indonesia Hamdi Hassyarbaini di Main Hall Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (6/9/2016), seperti dikutip dari Okezone.com.
BEI pun sebagai penyelenggara pasar modal di Indonesia menyambut baik program tax amnesty pada tahun ini. Menurutnya, dengan adanya program ini mampu meningkatkan nilai transaksi dan jumlah emiten di pasar modal Indonesia.
"Kita perlu menyambut baik perubahan tax amnesty. Karena tax amnesty merupakan salah satu langkah besar dan terobosan perpajakan. Tentu adanya momentum ini, kami ingin adanya perubahan ekonomi Indonesia menjadi lebih kuat dan kompetitif dibandingkan negara lain," ujarnya.
Ia menambahkan, dengan adanya UU ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya membayar pajak. Selain itu, UU ini juga dapat menjadi jembatan hubungan antara masyarakat dan pemerintah dalam urusan pembangunan ekonomi Indonesia.
"Hingga saat ini masih banyak yang menghindari bayar pajak. Tapi, founding father AS sempat mengatakan bahwa tidak ada yang pasti di dunia mengenai kematian dan perpajakan. Jika melihat UU amnesty pajak tahun ini, maka dapat dilihat hubungan hak dan kewajiban warga negara. Tentunya ini yang harus lebih ditekankan," tutupnya.